Kumpulan Puisi Bumi Bicara (Soesi Sastro) Bagian II

 


KETIKA PUTIH MERAGU MERAHMU


Tak nyaman disini
kebebasan menggelisahkan
aturan pergi

norma menari
memutari persepsi
memeluk diri sendiri

penguasa raya
teriak tak terdengar
warnamu samar menua

suara pudar belang
hidup tak aman
wibawa pamit pulang---@Depok, 11 Februari 2012



DI KELOPAK TULIP CINTA TERSELIP

Mawarmu merah jambu
tulip merah darah
wangi kucumbu
penuh haru merekah

tulip bukan bunga bangsa
hadir kepangkuan
menghangat usia
hari jadi kau kesankan

kupeluk pesanmu
berselang tanpa kudeta
di kelopak tulip
cinta terseip mesra---@Jakarta, 07-09 Februari 2012

Note:
bungamu datang tepat waktu, tak salah hari
kusentuh kupandangi setelah dua hari di Jambi



KEMBALIKAN TANAH RUMPUT

Terhapuslah sejarah
pekarangan tak ramah
cemberut pohon-pohon buah

kuburan menganga
orang-orang mati terjaga
melepas kafan katanya panas seperti neraka

tanah lari terengah
tergopoh pasrah
diburu bangunan megah---@Depok, Februari 2012



SURAU KITA BERBEDAKAH

Kita berbeda
katamu padaku
kita tak sama
katanya padamu

bersih bagian iman
iman bagian bersihmu
bumi cuma satu
kau pecah pilah jadi seribu

menatap matamu
bayang lentera bergoyang
ayat-ayat indah berserak
terbujur kaku

mengaji mengeja inginmu
di jamuan persinggahan
surau menjerit-jerit
beda terjemahan

sungguh
Tuhan rindu kita miliki bersama---@Cirebon, 29 Januari 2012



BULAN TERBELAH TIGA

Burung hantu mogok terbang
malam tak seperti biasa
ketika musim keempat mendekap
badainya menggulung tikar belantara rimba
puting beliung memutar bumi
melipat lidah lautan

bulan terbelah tiga
seiris kau bawa pulang
separuh kita sematkan dilangit
secuil aku makan

bumi  terbata bicara
alam hidup tanpa cinta---@Bandung, 21 Januari 2012
                                            sepanjang jalan denganmu



MALAM SEMAKIN DEWASA

Alam menyatukan kita
dari keping bumi terpisah laut
diputaran palung
menganga maut

tangan akar merengkuh
tubuhmu hidup sunyi
disisa usia menemui
sebenarnya jatuh cinta

ketika melipat prahara
sejarah mencatat dirinya sendiri
tatap matamu bicara
malam semakin dewasa---@Jakarta, musim keempat: 18-19 Februari 2012
                                                (Kita selalu terlambat meniup lilin)



MUARA

Pintumu indah bertiang bebakau hijau
tanpa karang melintang
menyapa luas lautan

kau biarkan mentari memanjat hari tanpa permisi
urungkan niat menutup wajah
ketika awan dan camar berebut pulang

tak sendiri gelombang airku menujumu
sisa pupuk, puing becak, kotoran hewan
muntaha pabrik ujung karawang

muara tersenyum merentag tagan
berdansa sejuta keramba ikan-
ikan santap direstoran---@Depok, 23 Januari 2012



BANDUG TANPA API

Apimu telah padam
ia melimpah tak tercengkeram
membuatmu mangkok kolamlautan

solekmu keterlaluan
bedak, gincu, tanpa ragu kau usapkan
wajah bopeng aspal berlubang

kucium kepalsuan bersembunyi
diantara branded kepingan kota
membuta ubah tampilan rumah jajanan

tubuh berserak gundah sampah
tangan sibuk menuang sensasi
polusi resah parijs bunga van java pergi

semua ragu untuk kembali---@Bandung, 21 Januari 2012
                                    (Kamu cemburu di sudut jalan riau)



AGRA DAN CINTA

Pualam putih pinggiran sungai keruh
kubah membayangi dekap pilar-pilar
menjerat aku dan biksu
memeluk erat sadhu

berabad tanah terpijak
kering meringkuk bebatuanmu
kurebahkan tubuh dianntara dekapkasih raja
indah lorongmu penuh aksara bisu

unta bicara melenguh padaku
hangar Taj Mahal lezat Nan Tandoori tahu
aku merenangi kolam ebun pagi istana
hangat tetesnya karena malam cintamu---@Bandung, 22 Januari 2012 (note Agra 2002)



LUPA ASAL

Lidah hambar kelu
Lupa rasa tomat
lalai pedasnya cabai rawit merah
tak ingat rasa ayam jadi kaldu
imitasi pengganti tak susah
murah diwarung waralaba sebelah

bak kanvas dilukisi cat air
bagai jalan raya digilas roda-roda
ditumpah sampah pemanis rasa
mengecap licin lilin buah manca negara
kasab tak berurat tak jujur berkosa kata
lidah lupa asal---@Bandung, 22 Januari 2012



BUMIKU BICARA

 

Aku menulis puisi cinta di dinding langit

Bertinta emisi karbon dan racun-racun freon

 

Aku melukis wajahmu di gelombang lautan

Kuaskan minyak mentah dan limbah  perkotaan

 

Rintik hujan tak ragu percikan kanvas alam

Tak bosan bangkai ikan bertebar memandangmu

 

Awan hitam menyalak dangkasa

Laut tersinggung luap amarah ke dataran rendah

 

Tanah-tanah harapan menua rapuh

Gontai menembus dewasa

 

Doa-doa aneka bahasa berserak

Tak pernah kembali kabarkan mana yag diterima Tuhan

 

Mulutmu tetap sibuk berkata-kata

Tak hirau bumi bicara---@Depok, 11 Januari 2012

 

 

 

NYANYI RINDU TANAH JAWA

 

Dalam diam kutabur benih digunung kapur tanah Jawa

Telah lama bersetubuh denganmu

Menaut rindu

Menancapkan akar lembut diremah tubuh

Penyangga nyawa manusia separuh tanah airku

 

Maaf tak kukabarkan padamu pendekar

Pesilat lidah pandai bicara

Busa ludahmu menyala tak sulutkan apiku

Mulut berbuih tak lahirkan pohon-pohon baru

Mengejek langkahku katamu kaku

 

Kupandangi buta matamu

Bebas kau isap daun-daun hutanku

Mereguk mata air dipucuk hulu tanpa malu

Lantang meminta penguasa bubarkan tanah semaian

Tingkahmu tak muliakan alam

 

Aku  terus berjalan tanpamu

Tanpa ragu lahirkan dua ratus juta pohon baru

Di tubuh leluhur tanahku dan tanahmu

Bersolek menawan penuh dedaunan

Tak kuijinkan bangsa karam lautan asap debu

 

Biarlah bersamaku

Nyanyi rindu tanah jawa itu---@Depok, 31 Desember 2011

 

 

 

SAWAH TAK BERTANAH

 

Alis mata bertemu di dahi wajah

Memandang permadani lautan sawah

Berujung siluet pohon dipeluk embun

Selimut kabut menawan

 

Ingin berlari diatas rumput-rumput padi

Tanpa lumpur tanah terlukis di tapak kaki

Cengkerama sahabatmu sepanjanng siang

Tikus, ular, cacing tanah, belut jantan, dan belalang

 

Terkenang perempuan cantik berdedang

Melangkah irama kaki  putih melayang

Genggam benih menabur rindu

Berayun dalam goyang pinggang peuk tubuh ibu

 

Rindu bau kotoran sapi teraduk subur tanahmu

Bibirpematang menannti kecup irigasi tanpa ragu

Bersuka akar meniup udara ke pucuk dedaunan

Bumi menunggu penuh harapan

 

Angan sembunyi di bulir merunduk

Aroma pengusir ulat menusuk

Kristal putih genggam tanah erat

Butir padimu berduka tak bersahabat

 

Tubuh sawah tak bertanah---@Depok, 03 Januari 2012

 

 

 

JANGAN SALAHKAN AKU

 

Nanti mentari terbit beda arah

Pucuk gunung leleh memuntah

Air mata sungai  berwabah

Nafas karang tersengal parah

Membuta mata tubuh tak hendak rebah

 

Sampai  terpilah dirumah,

Batar gebang satukanmu

 

Benih pohonku tumbuh

Di hutan tegakan  bersisa satu

Manis tebu rakyat

Terdesak penyepuh pakanmu

 

Sepeda gontai berlenggang

Dermaga hadirkan motor beribu-ribu

 

Panas matahari meruah

Tambang suap energi palsu dikantongmu

 

Jangan salahkan aku---@Jakarta, 01 Januari 2012

 

 

 

TUAI TUA CINTA

 

Telah lama benih ditabur diladang hatimu

Sepuluh ribu umur jagung

Semakin menua

Merambat melilit-lilit ak asmara

 

Buahnya asam kadang manis menyala

Segar dilidah berselera

 

Sesaat peluk sekejap liarmu

Indah tuai  tua cinta---@Jakarta, Empat Musim: 11 Desember 2011

 

 

 

DI UJUNG DAUN ADA CINTA

 

Cinta melekat dilembar-lembar daun

Pada tubuh pepohonan

Jari tak kuasa menari berloncatan

 

Embun merapah kasih

Menuai kering air tak mengalir

Melihat sakit awan asam memeluk diri

 

Metafora tua warna

Ujung daun bersisa cinta

Gugur jatuh pun indah---@Jakarta, 16 November 2011


Belum ada Komentar untuk "Kumpulan Puisi Bumi Bicara (Soesi Sastro) Bagian II"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel