Puisi "Kupanggil Namamu" (WS.Rendra)

 

Setiap puisi memiliki background. Maksudnya bukan berarti kita mengacu pada penyairnya, melainkan kita melihat dari suasana dan pola dari puisi tersebut. Puisi di bawah ini tampil dengan gambaran lelaki pejuang yang berkeluh kesah pada perempuan: Suasana romantis, tetapi kebanyakan orang membaca dengan lantang dan konvensional.

 

KUPANGGIL NAMAMU (WS. Rendra)

 

Sambil menyeberangi sepi

Kupanggil namamu, wanitaku

Apakah kau tak mendengarku?

 

Malam yan berkeluh kesah

Memeluk jiwaku yang payah

 

Yang resah

Kerna memberontak terhadap rumah

Memberontak terhadap adat yang latah

Dan akhirnya tergoda cakrawala.

 

Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.

Ingin kuigat lagi bau tubuhmu

Yang kini sudah kulupa

Sia-sia

Tak ada yang bisa kujangkau

Sempurnalah kesepianku.

 

Angin memberontakan

Menyerang langit dan bumi

Dan dua belas ekor serigala

Muncul dari masa silam

Merobek-robek hatiku yang celaka.

 

Berulang kali kupanggil namamu

Di manakah engkau, wanitaku?

Apakah engkau juga menjadi masa silamku?

Kupanggil namamu.

Kupanggil namamu.

Karena engkau rumah di lembah.

Dan Tuhan?

Tuhan adalah seniman tak terduga

Yang selalu sebagai sediakala

Hanya memperdulikan hal yang besar saja.

Seribu jari dari masa silam

Menuding kepalaku.

Tidak

Aku tak  bisa kembali.

 

Sambil terus memanggil namamu

Amarah pemberontakanku yang suci

Bangkit dengan perkasa malam ini

Dan menghamburkan diri ke cakrawala

Yang sebagai gadis telanjang

Membukakan diri padaku

Penuh. Dan Prawan.

 

Keheningan sesudah itu

Sebagai telaga besar yang beku

Dan aku pun beku di tepinya.

Wajahku. Lihatlah, wajahku.

Terkaca di keheningan.

Berdarah dan luka-luka

Dicakar masa silamku.

 

 

Membaca puisi secara konvensional (aturan pada umumnya) lebih banyak mengacu pada gaya Rendra. Rendra telah menjadi figure yang diterima oleh berbagai kalangan mengenai pembacaan puisi di depan orang banyak yang mampu membuat mereka terpaku. Bahkan ia diberi julukan “Si Burung Merak” karena rentangan tangannya yang indah ketika membaca puisi. WS. Rendra juka dijadikan sebagai standarisasi acuan pada model pembacaan puisi untuk menentukan kriteria kelayakan seorang pembaca puisi berhak juara.

 

 

Sumber: Abdul Wachid B.S., dkk.Creative writing (Menulis Kreatif Puisi, Prosa Fiksi dan Prosa Non Fiksi.Purwokerto.Kaldera dan STAIN Press: 2013


Belum ada Komentar untuk "Puisi "Kupanggil Namamu" (WS.Rendra)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel